Semut merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Organisme ini terkenal dengan koloni dan sarang yang teratur. Semut dibagi menjadi jenis semut pekerja, prajurit, pejantan, dan ratu. Organisme ini memiliki kurang lebih 12000 spesies yang tersebar di dunia dan sebagian besar berada di kawasan tropis (Romarta dkk, 2020). Habitat semut merupakan habitat yang sangat luas mencakup seluruh habitat terrestrial (daratan) dimulai dari daerah pegunungan hingga pesisir (Falahudin, 2013).
Koloni semut dalam melaksanakan fungsinya memerlukan komunikasi antara satu dengan yang lainnya melalui berbagai cara antara lain; 1) olfaktori melalui feromone yang bersifat volatil yang dikeluarkan oleh kelenjar spesifik dan menimbulkan reaksi khusus seperti alarm lelak; gustatori, terutama selama pertukaran makanan pada saat makan dikeluarkan dari tembolok atau perut; 2) auditori, termasuk perekaman dan pengiriman bunyi melalui substrat; 3) mekanik, termasuk sentuhan antena dan gerak badan; dan 4) visual, yang berhubungan dengan mata. Antena memegang peranan penting dalam hidup sosial, terutama dalam hubungan dengan ratu. Ratu jarang meninggalkan sarang dan harus diberi makan dan dipelihara oleh semut pekerja. Atraktan yang paling dominan adalah kombinasi yang halus dari bau yang dinamakan “bau sarang”, yang merupakan campuran feromone pada kutikula dari anggota koloni. Anggota koloni diarahkan ke bau ini dekat ke sarang sehingga akan mampu mengidentifikasi sarangnya sendiri. Individu-individu juga akan saling mengenal satu sama lain, dengan demikian sinyal ini juga bertindak sehingga sebagai sinyal pengenal. Feromone adalah sinyal kimia yang dilepaskan oleh satu organisme, dimana sinyal tersebut dapat mempengaruhi perilaku hewan yang lainnya. Feromone adalah bahan kimia yang digunakan untuk berkomunikasi antara individu dalam satu spesies (spesies yang sama), juga bertindak sebagai atraktan pada banyak spesies (Halmia 2015).
Beberapa peranan utama dari semut pada ekosistem antara lain sebagai dekomposer, penyerbuk, pembuat lubang aerasi pada tanah, dan sebagai predator. Selain itu, semut juga merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan dan gangguan yang ada pada suatu lingkungan. Perubahan serta gangguan habitat mampu mengubah komposisi spesies semut yang ada sehingga berpengaruh terhadap perubahan interaksi tropik dan jaring-jaring makanan yang ada pada ekosistem tersebut (Romarta dkk, 2020). Dalam ekosistem pertanian, semut memiliki fungsi ekologis dalam membantu tanaman menyebarkan benih (biji) untuk penyerbukan, menggemburkan tanah pertanian melalui pergerakannya di dalam tanah, menjadi predator bagi hama patogen tanaman, dan aktivitas ekologis lain (Falahudin, 2013).
Peranan semut sebagai predator alami beragam jenis hama pertanian turut membantu dalam proses budidaya pertanian. Kemampuan semut dalam berkompetisi dan mengeluarkan senyawa anti hama membantu tanaman pertanian dalam tumbuh dan berkembang. Hal ini didukung oleh kemampuan semut dalam menekan populasi hama perusak tanaman pertanian dalam skala luas. Adapun hama pengganggu pada pertanian yang dapat ditekan populasinya oleh semut antara lain ulat api, belalang, kutu daun, dan ulat kantung. Beberapa contoh spesies semut yang telah dipelajari mampu menekan populasi serangga hama dalam pertanian antara lain semut gila (Anoplolepis gracilipes), Iridomyrmex sp., dan Solenopsis germinate (Putra dkk, 2017; Romarta dkk, 2020).
Keberadaan semut sebagai makrofauna khususnya di ekosistem teresterial berlimpah dan memiliki peran pada lahan pertanian maupun perkebunan yaitu dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kehadiran semut dan keanekaragamannya juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang berbatasan langsung dengan habitat semut dapat menjadi faktor pengaruh keanekaragaman semut. Semakin beraneka ragam lingkungan sekitar secara tidak langsung juga akan memengaruhi terhadap kesediaan makananan yang dibutuhkan oleh semut sehingga dapat menentukan keanekaragaman spesies semut. Pada pohon sawit dengan semakin tua umur sawit membentuk arsitektur pohon sawit. Semakin tua umur sawit memiliki karateristik yang ditunjukkan dengan ditumbuhi tanaman epifit sehingga kondisi ini dapat memberikan ruang terhadap sarang semut dan dapat memengaruhi kekayaan spesies semut (Nugraheni 2016).
Anoplolepis gracipeles atau semut geramang sebagai semut spesies tramp yang bersifat invasif lebih mendominasi dan menguasai suatu daerah, sehingga keberadaannya pada ekosistem tersebut perlu diwaspadai. Spesies semut tramp yakni kelompok semut yang beradaptasi dengan baik pada lingkungan manusia dan mampu menyesuaikan diri terhadap daerah yang banyak aktivitas manusia. Sedangkan spesies invasif yaitu semut yang mampu mengurangi populasi keberadaan spesies semut lokal yang ada sebelumnya (Romarta dkk 2020).
Semut Iridomyrmex sp. ditemukan melimpah di lahan pertanian. Kelimpahan semut Iridomyrmex sp pada lahan pertanian terkait dengan ketersediaan pakan yaitu embun madu yang berasal dari kutu daun. Interaksi yang dilakukan oleh semut Iridomyrmex sp dengan kutu daun (Aphis sp.) merupakan interaksi interspesies dimana kutu daun akan mendapatkan perlindungan oleh semut. Semut yang termasuk kedalam subfamili Dolichoderinae selain berperan sebagai predator, juga memiliki ketertarikan dengan makanan yang manis seperti embun madu yang berasal dari kutu daun (Putra dkk 2017).
Bagi petani interaksi antara kedua organisme tersebut adalah menguntungkan sekaligus merugikan. Petani diuntungkan karena semut menjadi indikator alami bagi petani untuk mengetahui keberadaan kutu daun pada tanaman mereka. Petani tidak perlu repot-repot untuk mengecek satu persatu tanamannya. Jika terlihat banyak semut berkerumun pada tanaman sudah dapat dipastikan ada kutu daun di sana. Sehingga petani bisa dengan cepat untuk mengambil tindakan.
Dari sisi yang merugikan, keberadaan semut akan menjadi pelindung bagi kutu daun dari serangan predator. Kutu daun merusak tanaman dengan cara menghisap cairan (nektar) daun atau batang tanaman.Ketika nektar dicerna, kutu daun akan mengeluarkan cairan manis atau biasa disebut embun madu. Embun madu inilah yang disukai semut sebagai makanan mereka. Sebagai imbalannya, semut akan memberikan keamanan, pelindung serta transportasi kutu daun dari tanaman ke tanaman lainnya.
Lebih mengejutkan lagi, semut-semut tersebut akan merawat dan melindungi telur-telur kutu daun dari predator. Dengan demikian interaksi mereka akan merugikan, karena populasi kutu daun akan terus meningkat dan musuh alami kutu daun tidak bisa memangsanya. Seperti yang sudah diketahui, kutu daun menyebabkan daun tanaman keriting, mengerut dan tanaman menjadi kerdil karena pertumbuhannya terganggu. Hal ini disebabkan kutu daun juga bersifat serangga vektor. Dengan tipe mulut menusuk menghisapnya dapat menularkan inokulum tanaman sakit ke tanaman sehat. Jika tidak segera ditangani, keberadaan semut yang berkerumun di sekeliling kutu daun akan membuat populasi kutu daun semakin meningkat.
Gambar 1. Iridomyrmex sp bersimbiosis dengan Aphis gossypii
Sumber: Google.com
Gambar 1. Anoplolepis gracipeles
Sumber: Google.com
Iga Nugraheni
POPT Ahli Pertama
DAFTAR PUSTAKA
Falahudin, Irham. 2013. “Peranan Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) dalam Pengendalian Biologis pada Perkebunan Kelapa Sawit” Conference Proceedings, 2604 – 2618.
Halmia 2015. Kajian Aktivitas dan Populasi Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Sarang di Pematang Sawah, (Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar,2015), 4.
Putri, Ivan M., M. Hadi, dan Rully Rahadian. 2017. “Struktur Komunitas Semut (Hymenoptera: Formicidae) di Lahan Pertanian Organik dan Anorganik Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang” Bioma, 19(2): 170 – 176.
Nugraheni, Iga. 2016. “Keanekaragaman Semut pada Perkebunan Kelapa Sawit dan Potensinya sebagai Predator” Skripsi 10-17
Romarta, R., Yaherwandi, dan S. Efendi. 2020. “Keanekaragaman Semut Musuh Alami (Hymenoptera: Formicidae) pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmarasya” Jurnal Agrikultura, 31(1): 42 – 51.