Saat ini, bioteknologi telah mengalami perkembangan yang luar biasa dan semakin banyak diterapkan dalam kehidupan. Kemajuan tersebut terutama didukung oleh perkembangan yang sangat pesat di bidang biologi molekuler dan teknologi rekayasa genetika. Bioteknologi bukanlah ilmu baru, selama berabad-abad manusia telah merancang organisme hidup untuk meningkatkan taraf kehidupan dan memecahkan masalahnya. Secara terminologi, bioteknologi dapat kita artikan sebagai pemanfaatan sistem biologi, makhluk hidup dan produknya untuk mengubah atau memperbaiki kesehatan umat manusia dan lingkungannya (Tajudin, 2010). Sedangkan menurut Prasetya (2021), bioteknologi merupakan pemanfaatan sistem kehidupan dan organisme untuk mengembangkan dan menciptakan produk baru untuk menghasilkan atau memodifikasi produk atau proses dengan tujuan memperoleh produk yang lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas serta singkat dalam waktu produksi.
Kita telah memanfaatkan keunggulan bioteknologi pertanian dalam kehidupan sehari-hari melalui pemuliaan benih berkualitas tinggi, tanaman hidroponik dan tanaman tahan hama penyakit dengan menggunakan teknik kultur jaringan, perakitan varietas tanaman transgenik seperti jagung Bt tahan hama, kedelai tahan pestisida, tomat yang dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama, varietas padi tahan kekeringan dan masih banyak lagi contoh yang lainnya,
Salah satu teknik bioteknologi yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman yaitu melalui pemanfaatan metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup dan tidak terlibat langsung dalam proses pertumbuhan atau perkembangan organisme tersebut. Metabolit sekunder yang dapat digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman antara lain adalah alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan fenolat. Senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat antimikroba, antijamur, dan insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Senyawa metabolit sekunder pada tanaman memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai atraktan (menarik serangga penyerbuk), melindungi dari stress lingkungan, pelindung dari serangan hama/penyakit (fitoaleksin), pelindung dari sinar ultra violet, sebagai zat pengatur tumbuh dan untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati). Metabolit sekunder terutama berfungsi untuk ketahanan terhadap predator dan patogen.
Tanaman memiliki mekanisme yang berbeda untuk menghilangkan atau memodifikasi senyawa beracun, di antaranya: ekskresi senyawa beracun ke bagian ekstraseluler, mengisolasi senyawa beracun ke vakuola, biosintesis senyawa beracun dalam bagian ekstraseluler dan modifikasi senyawa beracun ke dalam bentuk tidak aktif. Senyawa alkaloid berfungsi melindungi tanaman dari berbagai hewan herbivora. Tanin, lignin, flavonoid, dan beberapa senyawa fenolik sederhana juga berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen. Selain itu, lignin berfungsi memperkuat dinding sel mekanis, dan banyak pigmen flavonoid yang berperan sebagai penarik bagi penyerbuk dan penyebar biji. Beberapa senyawa fenolik memiliki aktivitas alelopati dan dapat mempengaruhi serta merugikan tanaman yang tumbuh berdampingan (Croteau et al. 2000, Junaedi et al. 2006).
Tanaman yang mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder berpotensi dijadikan sebagai sumber gen tahan terhadap hama atau penyakit tertentu, serta berpeluang dikembangkan sebagai biopestisida. Ekstrak fenolik dari tanaman tahan menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan pada Sclerotinia ascospores yang lebih kuat daripada tanaman rentan. Kadar tanin yang tinggi pada kedelai varietas Mutiara menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap serangan lalat bibit Ophiomyia phaseoli (Muliani 2013). Penelitian Rubiyo dan Amariya (2013) menyebutkan bahwa kakao klon tahan mempunyai kandungan senyawa fenolat yang lebih tinggi daripada klon moderat dan rentan pascainfeksi. Namun, Lygin et al. (2009) tidak menemukan peran yang signifikan dari kuersetin dan kamferol sebagai senyawa yang melindungi tanaman kedelai dari penyakit karat. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan senyawa ini tidak berkorelasi dengan ketahanan karat. Meskipun demikian, secara umum senyawa metabolit sekunder bermanfaat bagi tanaman, namun manfaat tersebut bergantung pada jenis bahan aktifnya.
Bioteknologi pengendalian hama dan penyakit tumbuhan secara metabolit sekunder melibatkan penggunaan senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup, seperti tumbuhan, jamur, atau mikroorganisme. Metabolit sekunder mengandung antibiotik, toksin, enzim pengurai seperti kitinase, protease, dan lain-lain, hormon (PGPR/PGPF), senyawa volatile (mudah menguap), antimikroba, dan juga sebagai pendegradasi.
Cendawan yang banyak dimanfaatkan metabolit sekundernya dalam pengendalian hama dan penyakit adalah Beauveria bassiana. B. bassiana sangat mudah dikembangkan dan diaplikasikan oleh petani. Senyawa metabolit yang dihasilkan cendawan B. bassiana sangat toksik dalam merusak sistem syaraf, menggagalkan proses ganti kulit (moulting) sehingga bentuk serangga menjadi tidak normal, bahkan dapat menngakibatkan kematian serangga inang antara lain; beauvericin, bassianin, bassiacridin, bassianolide, cyclosporine, dan tenellin (Jaber dan Ownley, 2018).
Berikut adalah beberapa contoh penggunaan metabolit sekunder dalam bioteknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman :
1. Tanaman sebagai pestisida nabati (misalnya : mimba) : Neem oil adalah senyawa yang dihasilkan dari tumbuhan neem/mimba (Azadirachta indica) dan dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama ulat grayak pada tanaman kubis.
2. Alkaloid : Alkaloid adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan dan dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama ulat grayak pada tanaman jagung.
3. Flavonoid : Flavonoid adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan dan dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama kutu putih pada tanaman kentang.
4. Elisitor : Elisitor adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan dan dapat digunakan sebagai agen biokontrol untuk mengendalikan hama pada tanaman pangan dan hortikultura.
5. Agens hayati (misalnya : Trichoderma) : Trichoderma adalah jamur yang dapat digunakan sebagai agen biokontrol untuk mengendalikan penyakit tanaman.
Metabolit sekunder memiliki potensi sebagai agen pengendali hama dan penyakit tumbuhan karena sifat-sifatnya yang beragam, termasuk aktivitas antimikroba, antijamur, dan insektisida. Beberapa keuntungan penggunaan metabolit sekunder dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman adalah :
– Tidak menimbulkan keracunan pada tanaman budidaya.
– Dapat dikombinasikan dengan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).
– Dapat diterapkan dalam skala yang lebih besar untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman.
– Dapat membantu mengurangi ketergantungan petani pada pestisida sintetis yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia.
Penggunaan metabolit sekunder dalam bioteknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman memiliki potensi untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Namun, penggunaan teknologi ini juga memerlukan pengawasan yang ketat untuk memastikan keamanan dan dampak lingkungan yang minimal.
Oleh :
Amelia S POPT
Yuningsih POPT
SUMBER :
Croteau, R., T.M. Kutchan, and N.G. Lewis. 2000. Natural products (secondary metabolites). Biochemistry & Molecular Biology of Plants 24:1250- 1318.
Jaber LR, Ownley BH. 2018. Can we use entomopathogenic fungi as endophytes for dual biological control of insect pests and plant pathogens? Biological Control 116(2018):36-45.
Junaedi, A., M.M. Chozin, dan K.K. Ho. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. Jurnal Hayati 2:79-84.
Lygin Anatoly V., Li Suxian, Vittal Ramya, Widholm Jack M., Hartman Glen L., and Lozovaya Vera V. 2009. The importance of phenolic metabolism to limit the growth of Phakopsora pachyrhizi. Phytopathology 99(12):1412-1420.
Muliani, Y. 2013. Karakter biokimia tanaman kedelai yang berperan dalam resistensi terhadap lalat bibit Ophiomyia phaseoli Tryon. CEFARS: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah 4(2):31-39.
Prasetya, Eko. 2021. Biologi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rubiyo dan W. Amaria. 2013. Ketahanan tanaman kakao terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butl.). Perspektif 12(1):23- 36.
Tajudin, Teuku. 2010. Bioteknologi. Yogyakarta : Andi Offset.