Implementasi Genetic Modified Organism (GMO) Dalam Pengendalian Hama Tanaman; Manfaat dan Resiko

Produksi pangan global menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, termasuk kendala produksi berupa hama dan penyakit tanaman. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan tersebut, teknik rakayasa genetika menjadi salah satu teknologi terbaru yang banyak dimanfaatkan untuk memperoleh tanaman dengan keunggulan gen tertentu. Rekayasa genetika sendiri merupakan teknologi untuk memindahan suatu gen ke gen lainnya baik antar gen maupun lintas gen yang dapat menghasilkan produk berguna bagi makhluk hidup.
Makhluk hidup yang materi genetiknya telah dimanipulasi secara artifisial melalui rekayasa genetika disebut dengan Genetic Modified Organism (GMO) atau produk rekayasa genetika (PRG) atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan transgenik, yang juga bisa berarti makhluk hidup dengan sifat unggul tertentu dibandingkan dengan makhluk hidup asalnya. Semua istilah tersebut mengacu pada metode yang digunakan para ahli untuk menyatukan gen dari satu atau lebih spesies ke dalam DNA tanaman dalam upaya untuk mentransfer sifat genetik yang dipilih. Metode tersebut dikenal dengan teknologi DNA rekombinan dengan memanipulasi langsung DNA yang berorientasi pada ekspresi gen tertentu. Teknik ini biasanya meliputi aktivitas mengisolasi, memotong, dan menyisipkan DNA tertentu sesuai gen target. Tujuan utama dari teknik dan pengembangan GMO ini adalah mengatasi berbagai permasalahan pangan yang tidak bisa diatasi dengan cara sederhana.
Perkembangan produk GMO semakin lama semakin meningkat karena kebutuhan dan permintaannya yang tinggi. Sebagai contoh di Indonesia, kedelai yang merupakan tanaman yang banyak digunakan terhadap produk makanan khas Indonesia seperti tempe dan tahu, terus mengalami peningkatan. Laporan Global Agricultural Information Network (GAIN) menunjukkan bahwa konsumsi kacang kedelai tahun 2014 mencapai 2,7 juta metrik ton yang hampir seluruhnya dipenuhi melalui impor. Terlepas dari pemanfaatan produk GMO untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, hingga saat ini pengembangan GMO masih menimbulkan pro kontra di tengah Masyarakat. Baik di negara pengembang GMO maupun di negara pengguna produk GMO kontroversi muncul dan bahkan melibatkan kalangan para ilmuwan, dimana masing masing kelompok baik pro maupun kontra menggunakan argumen ilmiah yang sama-sama dapat diterima.
Secara garis besar kelompok yang pro terhadap GMO menggunakan argumen bahwa ada potensi tak terbatas dalam rekayasa genetika yang bermanfaat untuk mengurangi penggunaan pestisida, mengatasi kekurangan pangan, dan menghasilkan produk pangan yang lebih bergizi serta obat-obatan. Sedangkan kelompok yang kontra menggunakan argumen bahwa produk GMO belum diyakini aman untuk dikonsumsi karena masih menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan. Kekhawatiran akan dampak negatif dari produk GMO mulai muncul ketika masyarakat sadar bahwa banyak produk GMO yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti padi, tebu, singkong, dan kentang telah digunakan di Indonesia. Namun demikian, produk-produk GMO tersebut mungkin belum diketahui resiko dan dampak jangka panjangnya khususnya terhadap kesehatan manusia.
Dalam bidang perlindungan tanaman, implementasi GMO yang telah diaplikasikan adalah menghasilkan tanaman dengan ketahanan terhadap hama atau terhadap herbisida. Sebagian besar produk GMO yang ditanam di seluruh dunia dirancang untuk tahan terhadap paparan herbisida atau mengendalikan serangga hama tertentu (Schahczenski dan Adam, 2006). Seiring dengan perkembangan dan kemajuan bioteknologi modern saat ini maka rekayasa genetika untuk menghasilkan GMO tahan hama telah banyak dilakukan terlebih didukung fakta bahwa tanaman yang tahan hama terbukti mampu mengurangi tingkat serangan hama sehingga hasil panen dapat meningkat.
Salah satu sifat unggul tanaman GMO di bidang perlindungan tanaman yang paling umum adalah ketahanan terhadap hama setelah tanaman tersebut disisipi dengan gen toksik yang berasal dari Bacillus thuringiensis (Bt). Di dunia Internasional tanaman GMO tahan hama yang telah dikembangkan diantaranya adalah tanaman kapas, jagung, dan kentang. Berbagai tanaman tersebut telah disisipi gen yang berasal dari bakteri B. thuringiensis sehingga tahan terhadap jenis hama tertentu.
Aplikasi pemindahan gen dengan teknik biologi molekuler dengan sasaran memperoleh sifat-sifat tertentu dapat dilakukan lebih cepat, dengan ketepatan yang tinggi serta perolehan spektrum sifat yang jauh lebih lebar daripada hasil pemuliaan tanaman konvensional. Perkembangan bioteknologi telah memungkinkan ilmuwan untuk mentransformasikan gen Bt yang dikehendaki ke dalam genom berbagai jenis tanaman pertanian. Gen Bt yang menyandi protein delta-endotoksin telah dapat disisipkan ke dalam tanaman untuk pengendalian hama tertentu. Misalnya tanaman kapas Bt telah disisipi dengan gen cry1Ac untuk mengendalikan hama penggerek buah kapas Helicoverpa virescens. Tanaman kapas Bt memproduksi toksin secara terus menerus sehingga serangga peka yang hidup dalam jaringan tanaman akan mati ketika memakan jaringan tersebut. Tanaman transgenik tersebut akan terlindung dari serangan hama selama racun protein masih terus diproduksi. Karena racun protein yang dihasilkan hanya aktif bagi beberapa jenis serangga tertentu, suatu jenis tanaman transgenik tahan hama hanya dapat mengendalikan jenis-jenis hama tertentu.
Jika kita mempertimbangkan dampak tanaman rekayasa genetika terhadap spesies target seperti hama, maka penurunan keanekaragaman hayati menjadi salah satu resiko yang juga merupakan wujud keberhasilan tanaman GMO tersebut. Misalnya kasus penurunan populasi hama karena penggunaan tanaman Bt yang juga memberikan manfaat bagi tanaman tanpa rekayasa genetika namun berdampak pada penurunan keragaman populasi hama di lingkungan tersebut. Potensi resiko juga dapat muncul dari kemungkinan merebaknya populasi spesies target yang resisten karena tingginya tekanan seleksi yang diakibatkan oleh penanaman tanaman GMO tahan hama secara berulang-ulang. Oleh karena itu, pengelolaan hama terpadu mejadi solusi tepat yang diperlukan.
Dengan seluruh potensi yang dimiliki tanaman GMO dalam pengendalian hama tanaman, pada akhirnya akan menjadi sebuah pilihan dengan pertimbangan kelebihan dan kekurangannya. Hal tersebut merupakan ciri khas dari sebuah teknologi yang bergantung pada bagaimana pengelolaan teknologi tersebut secara tepat dengan tujuan untuk kemanfaatan bagi manusia. Terlepas dari bagaimana kontroversi yang menyertai perkembangan bioteknologi tanaman GMO, berikut merupakan beberapa potensi manfaat serta resiko yang dimiliki oleh tanaman GMO tahan hama.
Potensi manfaat
1. Efektif mengendalikan hama sasaran dan pengurangan kehilangan hasil
2. Penurunan penggunaan pestisida kimia
3. Penurunan biaya pengendalian
4. Pengendalian hama secara selektif
5. Penurunan populasi hama dalam areal yang luas
Potensi resiko
1. Resistensi hama terhadap toksin
2. Pengaruh tanaman transgenik terhadap organisme bukan sasaran
3. Pengurangan keanekaragaman hayati
4. Variasi hasil
5. Kepekaan terhadap jenis hama lain
6. Pengembalian investasi tidak terjamin
7. Risiko bagi kesehatan
8. Ketergantungan pada industri benih transgenik

Berkaca pada potensi manfaat dan resiko dari GMO tersebut, maka Herlanti (2014) melakukan penelitian perspektif masyarakat terhadap GMO yang ditanyakan terhadap 140 mahasiswa dan hasil yang diperoleh yaitu 88 orang menyatakan tidak setuju terhadap penanaman dan konsumsi GMO, 52 orang menyatakan setuju, serta 6 orang menyatakan tidak jelas. Setiap argumen dilandasi oleh alasan yang beragam baik dan segi keamanan, kualitas, resiko terhadap lingkungan, jaminan halal, serta kemandirian pangan. Namun secara garis besar dapat disimpulkan bahwa edukasi secara komprehensif mengenai GMO menjadi sesuai yang sangat penting bagi masyarakat secara keseluruhan baik mulai dari pelajar, petani masayarakat umum dan juga pemerintah agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui apa saja potensi baik dan buruk yang dimiliki GMO sehingga semua dapat mengambil manfaat postifnya serta mencegah resiko negatifnya. Dengan demikian maka masyarakat dapat memiliki persepsi secara utuh berkaitan GMO serta pemerintah dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan membuat regulasi yang sesuai demi menjamin keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Mengingat Berbagai produk GMO di Indonesia sejauh ini merupakan produk yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang perlu diawasi secara ketat dari segi dampaknya terhadap lingkungan melalui ketentuan hukum yang berlaku, yang diwakili oleh instansi-instansi terkait tersebut (Prianto dan Yudhasasmita, 2017). Untuk mengatur keamanan pangan dan hayati produk rekayasa genetika seperti tanaman transgenik, beberepa Menteri telah mengeluarkan keputusan bersama pada tahun 1999 tentang “Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika Tanaman”. Keputusan tersebut mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan pangan yang didalamnya juga diatur mengenai pemanfaatan produk tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu, dan membahayakan kesehatan manusia, keanekaragaman hayati dan lingkungan.

Oleh :Artikel GMO
Fatikhul Karim
POPT Muda

Referensi :
Domingo, J.L. dan J.G. Bordonaba. 2011. A literature review on the safety assessment of genetically modified plants. Environment International. (37): 734–742. https://doi.org/10.1016/j.envint.2011.01.003
Herlanti, Y. 2014. Analisis Argumentasi Mahasiswa Pendidikan Biologi Pada Isu Sosiosainfik Konsumsi Genetically Modified Organism (GMO). Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 3(1): 51-59.
Mahrus. 2014. Kontroversi Produk Rekayasa Genetika Yang Dikonsumsi Masyarakat. Jurnal Biologi Tropis. 2(14): 108-120.
Nicolia, A., A. Manzo, F. Veronesi, dan D. Rosellini. 2014. An overview of the last 10 years of genetically engineered crop safety research. Crit Rev Biotechnol. Informa Healthcare USA, Inc. (34): 1–12. https://doi.org/10.3109/07388551.2013.823595
Prianto, Y. dan S. Yudhasasmita. 2017. Tanaman Genetically Modified Organism (GMO) dan Perspektif Hukumnya di Indonesia. Al-Kauniyah; Journal of Biology, 10(2): 133-142.
Schahczenski, J. dan K. Adam. 2006. Transgenic Crops. Publication of ATTRA – National Sustainable Agriculture Information Service.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top